Jumat, 19 April 2024

Kasus Yahdi Basma, Kriminalisasi Hak Konstitusi

Adian Napitupulu dan Presiden RI, Jokowi. (Ist)

Karena membela rakyat korban bencana, seroang anggota DPR dari Sulawesi tengah dipolisikan oleh Gubernur. Adian Napitupulu, SH, Anggota DPR RI FPDI Perjuangan, Sekjend PENA 98 menyoroti kasus Yahdi agar menjadi perhatian pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Adian Napitupulu, SH

KASUS Gubernur Sulawesi Tengah yang mengadukan anggota DPRD Propinsi Sulteng semakin menjadi menarik dan memancing perhatian banyak pihak, salah satunya mantan Hakim MK, Maruarar Siahaan yang secara garis besar menyayangkan pemeriksaan oleh polisi yang bisa di kategorikan melanggar UU MD3 (UU 17/2014 yang disempurnakan dengan UU 42/2014 dan UU 02/2018) dan UU Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014) bahkan UU Dasar 1945 Pasal 20A ayat 3.

Bahkan untuk konteks Hak Imunitas Anggota DPRD, sejumlah aturan lebih khusus juga cantumkan hak tersebut secara normatif di batang-tubuh regulasi terkait. Yakni di Pasal 85 Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. Itu artinya, bahwa seluruh TATA TERTIB DPRD di seluruh Indonesia, mutlak cantumkan HAK IMUNITAS sebagai salah satu Hak yg melekat bagi Anggota DPRD Provinsi/Kab/Kota, sekali lagi, DPRD seluruh Indonesia, tanpa kecuali, dimana TATIB DPRD adalah panduan paling spesifik bagi prilaku dan pelaksanaan kinerja anggota DPRD.

Anggota DPR baik pusat maupun daerah secara tegas di lindungi oleh UUD 1945 dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya, salah satunya fungsi pengawasan.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana seorang anggota DPR dapat menjalankan fungsi pengawasannya jika tidak dibekali hak imunitas. Tanpa hak imunitas maka fungsi tersebut tidak bisa dijalankan maksimal, karena selalu di bayangi ancaman hukuman, apalagi lewat UU ITE yg karet dan kontroversial itu.

Tentulah, salah satu objek fokus pengawasan DPR dan DPRD adalah pengelolaan uang Rakyat yang di kelola oleh Pemerintah (Pusat) maupun Pemerintah Daerah.

Dalam kasus Yahdi Basma, ia satu dari 45 orang anggota DPRD Sulawesi Tengah yang harus ikut mengawasi hampir Rp 4 Trilyun APBD, ratusan milyar dana bantuan bencana alam (bahkan lebih), hingga potensi sumber daya alam Sulawesi Tengah yang sangat besar,   dari perkebunan, tambang, perikanan dan sebagainya.

Yahdi bertanggung jawab untuk memastikan tidak ada satu Rupiah pun uang Rakyat yang di kelola oleh Pemerintah Daerah yang menjadi sia-sia. Yahdi harus pastikan semua uang Rakyat itu kembali pada Rakyat dalam bentuk kesejahteraan, lapangan kerja, keamanan, kesehatan, pendidikan dll tanpa diskriminasi atas nama apapun.

Ketika fungsi pengawasan itu di lemahkan dan anggota dewan pusat maupun daerah tidak lagi terlindungi dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya, maka jangan heran jika uang yang harus nya menjadi kesejahteraan, pendidikan, kesehatan bagi rakyat, berubah menjadi rumah megah dan mewah, menjadi cincin, kalung, gelang berlian, jejeran mobil mewah pejabat dan keluarga. Jangan kaget dan heran jika uang rakyat yang harusnya menjadi jalan, subsidi pupuk, benih, menjadi buku dan seragam sekolah berikutnya habis dalam gemerlapnya hiburan malam.

Banyak rakyat yang mengeluhkan lemahnya pengawasan anggota Dewan dalam bidang hukum, sosial, ketenagakerjaan dan sebagainya. Banyak tuduhan bahwa anggota dewan lebih sering bermain mata dengan yang diawasi, dibandingkan secara sungguh-sungguh mengawasi. Itu tidak bisa di pungkiri walaupun tidak juga bisa digeneralisir. Justeru menurut saya,  anggota dewan yang main mata dan tidak melakukan pengawasan itu yang seharusnya di persalahkan bukan,  malah sebaliknya.

Tidak berlebih jika saya menduga bahwa hari ini, 560 anggota DPR RI, ribuan anggota DPRD Propinsi dan puluhan ribu anggota DPRD Kabupaten/Kota, sedang mencermati dan menunggu hasil akhir kasus Yahdi Basma, karena jika Yahdi dihukum, maka jangan heran kalau kemudian nantinya satu per satu Anggota DPR/D akan bergilir masuk penjara, bukan karena korupsi, bukan karena narkoba, bukan karena kriminal, tapi karena berani berbicara.

Hari ini, banyak mata dan telinga sedang menunggu hasil akhir kasus Yahdi, karena di kasus ini dua Undang-undang dan sebuah Konstitusi kita, UUD 1945, sedang diuji supremasinya, diuji wibawanya. Dalam kasus ini, Kepolisian RI juga sedang diuji, sejauh mana mereka menegakkan Konstitusi dan UU.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru