Sabtu, 20 April 2024

Eva Susanti, Pejuang HAM Divonis 4 Tahun

JAKARTA- Eva Susanti Hanafi Bande, Aktivis  Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, ditangkap oleh Tim Kejaksaan Negeri Luwuk bersama Tim Kejaksaan Agung saat berada di sebuah rumah di Banguntapan, Bantul, Provinsi DI Yogyakarta pada hari kamis, 15 Mei 2014.

Eva, demikian biasa disapa, selanjutnya dibawa ke Luwuk, tempat dia akan menjalani hukuman penjara. Sebelumnya, pada tahun 2010, Eva divonis penjara 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan oleh Pengadilan Negeri Luwuk. Namun, Eva melakukan upaya hukum hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. Oleh Majelis Kasasi, tetap menjatuhkan vonis bersalah kepada Eva dengan pidana 4 (empat) tahun penjara, atau berkurang 6 (enam) bulan dari Putusan PN Luwuk.

Upaya kriminalisasi terhadap Eva Bande ini, membuat Kontras Sulawesi merasa khawatir dengan posisi para Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender) di Indonesia, terkhusus di wilayah Sulawesi, yang bekerja tanpa adanya perlindungan hukum yang jelas.

“Arogansi Negara, melalui sistem peradilan seperti yang dipertontonkan saat ini, para pembela HAM semakin tidak aman di tengah massive nya peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Sulawesi, lebih khusus lagi di Sulawesi Tengah,” tegas Koordinator Kontras Sulawesi, Asman dalam rilisnya yang diterima Bergelora.com, Senin (19/5) di Palu.

Negara menurutnya, sebagaimana disebutkan secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, seharusnya memenuhi tanggung jawab dan tugas utamanya untuk melindungi, memajukan dan melaksanakan semua Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dengan mengambil langkah-langkah yang mungkin perlu untuk menciptakan semua kondisi yang dibutuhkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun bidang-bidang lain serta jaminan hukum yang diperlukan untuk menjamin semua orang di bawah jurisdiksinya, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat menikmati semua hak dan kebebasan ini dalam praktik.

Meskipun Negara Indonesia belum meratifikasi Deklarasi Pembela HAM yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1998 itu, tapi secara substansi, baik tujuan maupun isi, tidak ada yang bertentangan dengan konvensi maupun kovenan-kovenan tentang Hak Asasi Manusia sebelumnya yang telah diratifikasi oleh Negara Indonesia seperti Kovenan tentang Hak-Hak Sipil-Politik melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005. (Calvin Garry Eben-Haezer)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru